Hari itu semakin siang, terik semakin membakar kulit, panas sekali. Setetes peluhku yang tergulir dari dahi ke pipi, ke dagu terakhir jatuh perlahan ke tanah basah sekejap saja menjadi kering oleh panas. Tapi aku terprangah melihat sosok pak de soka tetap berdiri dengan tegak tanpa menghiraukan panas matahari yang semakin lama semakin panas saja. Seseorang yang sudah tua itu masih terus bekerja, bekerja dan bekerja lagi. Ku hampiri tubuh tua itu, tapi seketika dia berlari kencang mengejar orang yang akan meninggalkan tempatnya bertugas untuk meminta balas jasa atas apa yang telah dia kerjakan. Lalu dengan nafas tersengal dia kembali mendekatiku. Ku amati terus sosok renta itu. T
anpa berbekal apa – apa, hanya sebuah peluit yang tampak begitu usang dan nyaris tidak berbunyi lagi ketika ditiup dan sebuah tas kecil yang mulai terlihat banyak jahitan – jahitan di sekitar kantongnya. Dengan terongoh – ongoh mengayuh jengki tuanya, pagi – pagi buta pak de sudah tiba disini, tempatnya mencari nafkah. Tanpa menyerah Pak de soka terus saja bekerja tanpa mengenal lelah meski bajunya telah basah kuyup oleh keringat yang sedari tadi terus saja mengucur deras keluar dari semua bagian tubuhnya. Kasihan sekali dia. “Pak de, ngak capek apa lari sana sini?” tanyaku polos. “Kalo dibilang capek sih capek, tapi ini kan lagi ngejar setoran, gus” dia menjawab pertanyaanku. Ia berlari lagi. Sesekali ada orang yang iba melihatnya dan memberikannya upah yang lebih. Tapi masih ada juga orang yang tidak berhati yang dengan tega memaki, bahkan mengancamnya ketika pak de soka menagih upahnya. “Pak de kok diam aja di maki ama orang itu?” “Biarin aja ah! Males” katanya lesu.Huh…. Sebenarnya apa salah pak de soka? Ia hanya meminta 500 rupiah atas apa yang telah ia lakukan, menjaga kendaraan mereka bahkan pak de soka bersedia membantu jika orang itu kesulitan menyebrang ataupun memutar kendaraannya. Tak tau apa mereka betapa berartinya hal itu!. Pak de soka bekerja hanya demi mendapatkan sesuap nasi untuk keluarganya dan membiayai sekolah anak – anaknya. Dunia memang tidak adil bagi pak de soka. Selain sebagai tukang parkir, Pak de soka sebenarnya juga punya pekerjaan sampingan untuk menutupi kebutuhan yang semakin banyak saja dengan menjadi kuli serabutan. Pekerjaan kasar itu ia lakukan setelah selesai bertugas menjadi tukang parkir. “Kalo selesai tugas biasanya pak de jadi kuli serabutan” katanya. Mengerjakan semua pekerjaan yang malas dilakukan orang – orang kebanyakan. Mulai dari menebang pohon – pohon tinggi, menggunting rumput, dan banyak lagi. “ Apa aja pak de kerjain, asal pak de jangan di suruh jual narkoba aja, hehehe” celotehnya. Pak de soka juga punya cita – cita seperti orang – orang kebanyakan. Menjadi guru, itulah hal yang ia cita – citakan dari dulu. “Dari dulu saya pengen banget jadi guru gus, biar bisa ketemu anak – anak gitu pak de orangnya kan seneng banget sama anak – anak soalnya lucu gituw, pak de kan bisa awet muda nantinya dan guru itu katanya kan pahlawan tanpa jasa yaw!” tambahnya. Tapi apa dayanya. Kesulitan ekonomi dari waktu ke waktu semakin menjadi – jadi. Orang tua pak de soka hanyalah petani serabutan yang mengolah sawah milik orang lain. “Wong untuk makan saja susah apa lagi untuk sekolah sampai menjadi guru” tambahnya. Tapi, semua rasa sakit itu terbayar. Dia sudah sangat senang ketika berkumpul dengan anak istrinya lagi sepulang ia bekerja dan mereka bisa saling bercanda, tertawa dan makan bersama meski dengan lauk yang seadanya saja, pak de soka sudah cukup gembira. Banyak orang yang kaya tapi, mereka tidak bahagia dengan kekayaan yang mereka miliki itu. Pak de soka selalu bersyukur pada Tuhan karena dia memiliki istri dan anak – anak yang sayang sekali padanya, walaupun ia tidak pernah memberikan mereka materi yang berlimpah dan hal – hal yang mewah lainya. “Hidup ini harus kita syukuri walaupun kita lagi susah. Yaw kayak pak de ini, walaupun hidup pak de susah tapi tetep seneng aja ngapain kita steres mikirin biar jadi orang kaya. Toh nanti semuanya kembali lagi pada beliau” kata pak de soka dengan tersenyum lantang
Wednesday, June 1, 2011
CERPEN : Impian Si Tukang Parkir by fallon
Label:
motivasiku
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment