“Aku sedih.”, katanya.
Cewe berambut panjang itu membiarkan rambutnya ditiup angin, pony nya menutupi matanya. Keadaannya itu menambah sedih suasana. Setetes air turun dari matanya, aku bisa melihat wajahku di sana. Seakan aku bisa memperlambat waktu, aku melihat semua di air mata itu. Walau setetes.
“Aku putus.”, katanya.
Cewe berambut panjang itu membiarkan rambutnya ditiup angin, pony nya menutupi matanya. Keadaannya itu menambah sedih suasana. Setetes air turun dari matanya, aku bisa melihat wajahku di sana. Seakan aku bisa memperlambat waktu, aku melihat semua di air mata itu. Walau setetes.
“Aku putus.”, katanya.
Tiba tiba keluar kata pedas dari mulutnya. Bibirnya bergetar. Kepalanya tertunduk penuh kesedihan. Dia terduduk. Menangis di depanku. Seperti berat dia menopang kepalanya. Lantas, aku duduk di sampingnya. Dia menangis. Tak lagi di depanku. Di bahuku. Ku rasakan getaran kesedihannya. Aku tak bisa berkata apa apa. Ku biarkan kepalanya singgah di bahu ku. Tangannya, tak lagi menggenggam. Tapi, menyentuh tanganku. Dengan penuh kesedihan.
“Semua itu enggak ada yang abadi.”, kataku.
Dengan berani, kulepaskan tangannya dari tanganku. Kuangkat kepalanya dari bahuku. Dia tetap menangis. Dan tetap di sampingku.
Hujan turun, setelah angin dingin merambah kami berdua di tempat itu. Taman sekolah. Dia menangis. Semakin deras. Mengalahkan hujan. Muncul pertanyaan di benakku. Apa cinta itu menyakitkan? Sampai seseorang menangis karena cinta?
Tangannya, yang tadi ku letakkan di dekatnya, tak lagi kudapati di situ. Tapi..
Badanku hangat. Kudapati sepasang tangan ada di punggungku. Aku melihat kepala yang ada di samping kepalaku. Dia memelukku. Dengan segala kesedihannya.
————————————————————————————————
Tadinya, ku kira itu hanya perasaan sedihnya yang dilimpahkan padaku. Tapi, setiap waktu senggangnya, di menemuiku. Di kelasku. Berbicara, yang tak ada artinya. Berbicara, yang memang tak ada pentingnya. Itu yang kami lakukan.
“Kamu kayak ujian nasional.”, katanya.
“Memang kenapa?”, tanyaku.
“Makin deket, makin bikin deg degan.”, jawabnya.
Ada perasaan senang dan bingung. Senang, karena dia memperhatikanku. Bingung, karena dia terlalu memperhatikanku.
Bel pulang. Seakan surga bagiku. Aku bisa pulang dengannya, meski enggak satu kelas. Sering aku menunggunya di depan gerbang sekolah. Memang arah pulangnya berbeda, tapi kami selalu berjalan bersama.
Suatu hari.. Aku pulang. Sendiri. Enggak sama dia. Aku pulang agak siang. Berjalan menuju gerbang sekolah, aku masih bertanya. Apa dia nungguin aku? Jawabannya, “enggak”. Aku tengok kanan kiri kayak orang mau nyebrang. Tapi apa? Gak ku dapati dia dimanapun aku melihat.
Hari ini aku bawa motor. Setelah melakukan adegan tengok kanan kiri mencari orang yang kucari, ya sudah aku berjalan menuju tempat parkir. Di sana aku dapati seorang cewe berambut panjang berdiri di samping motorku. Aku terkejut. Dia, orang yang ku cari tadi. Tapi kenapa dia bisa di sana?
“Gadis?”, tanyaku.
“Kok gak bilang kalo bawa motor?”, tanyanya.
“Aku.. Eh, kok tau ini motorku?”, aku balik tanya.
“Gak sadar? Ini.”, katanya sambil menunjuk tulisan “DYAN”, namaku. Dengan warna dan motif khas yang ku suka.
“Kok kamu tau?”, tanyaku.
“Gadis gitu.”, katanya tersenyum lebar.
Anak ini. Segitu tahunya? Tentang aku? Gila! Sumpah, aku gak nyangka dia bisa kayak gitu.
“Aku anter ya?”, tanyaku.
“Thank’s.”, katanya.
Aku enggak tahu kenapa tiba tiba aku bilang gitu. Padahal arah pulang kami berbeda. Ah, sudahlah. Sekali kali enggak apa apa. Lagian aku juga enggak apa apa. Rumahnya lumayan jauh. Sampai di depan rumahnya ..
“Di rumah sama siapa?”, tanya ku setelah melepas helm.
“Hari ini aku sendiri. Ayah Ibu ku keluar kota, kakakku masih kuliah.”, jawabnya.
“Oh, ya udah aku pulang dulu. Hati hati di rumah.”, kataku.
“ ….. “
Dia berlari kecil menuju rumahnya sambil melambaikan tangannya padaku. Aku ragu. Untuk membalas lambaian tangan lembut itu. Aku masih terkejut. Sedikit. Dia menciumku. Pipi ini mendapat sentuhan indah. Sebelum masuk ke rumahnya.
“Makasih ya, Dyan.”, teriaknya.
Sial. Aku kehujanan di jalan, aku enggak bawa mantel. Pasrah aku, lagian besok harinya Minggu. Hujan hujanan no problem. Sampai rumah aku langsung ganti baju, minum teh hangat. Ada sms. Dari Gadis.
“Hay, makasih ya udah nganterin aku. Kamu lagi apa sekarang?”
Mulai hari itu aku sering smsan dengannya. Dia juga sering ke kelasku. Menemui aku tentunya. Semua berlalu begitu cepat. Hari hari indah kulalui dengannya. Setiap detiknya berharga bagiku. Aku coba penuhi apa maunya, yang sekiranya aku bisa untuk membuat bibirnya tersenyum indah.
Suatu hari, aku sampai sekolah agak terlambat karena di jalan macet. Sampai di kelas, tanganku ditarik teman temanku. Kesal, aku bertanya pada mereka.
“Apaan sih?”, tanyaku sedikit membentak.
“Dicky, Yan. Dicky.”, ucap temanku .
“Dicky kenapa?”, tanyaku sedikit bingung.
“Dicky putus sama Nia.”, jawab Intan yang menghampiri dari belakang.
“So? Ngapain? Dicky aja playboy. Wajar aja kan.”, jawabku enteng.
“Betul, ngapain kita ngurusi cowo sok ganteng kayak dia.”, sahut Intan.
Terkejut aku ketika jam istirahat Gadis enggak menemuiku, tapi ketemu Dicky!
“Kamu baru putus, Dick?”, tanya Gadis.
“Haha, iya nih. Nasib kita sama ya.”, jawab Dicky dengan PD nya.
Aku merasakan kelicikan di sini. Hatiku tak henti hentinya mengumpat. Untuk Dicky tentunya. Aku merasakan, sungguh merasa Dicky akan mengambil Gadis dariku. Pergi aku dari sana, kembali ke bangku untuk meneruskan mengerjakan tugas. Masih mengumpat hatiku ketika Gadis kembali ke kelas tanpa ingin bertemu denganku. Aku cemburu.
Esoknya, aku dan Intan temanku ngobrol di depan kelas. Tiba tiba Intan bertanya padaku.
“Jiah, Dicky PDKT sama Gadis. Jadi gak ya kira kira? Gadis cantik, Dicky yang sok ganteng.”
“Brakk”,
Langsung ku banting tasku ke bangku ku setelah mendengar ucapan Intan dan melihat Dicky ke kelas Gadis. Sial. Aku cemburu lagi. aku pasti terlalu cinta pada Gadis. Enggak ada satu minggu aku dibuat gregetan. Dicky jadian sama Gadis! Sial. Aku gak bisa lagi nyembunyiin kekesalanku. Sampai di rumah aku banting tasku ke kasur. Aku sama sekali gak percaya Gadis bisa sama cowo playboy kayak gitu. Kesal! Apa hebatnya Dicky coba?! Aku lebih segalanya dari Dicky! Aku lebih cerdas dari Dicky, Aku lebih sopan dari Dicky, Aku lebih hebat dari Dicky, Aku lebih taat dari Dicky, Aku lebih baik dari Dicky, dan Aku lebih setia daripada playboy pesek itu, Aku lebih segalanya!!
Minggu minggu pertama seperti itu. Lambat laun aku bisa mengontrol emosiku, aku bisa lebih menerima. Dan meski Gadis sering ke kelasku menemui Dicky, aku mencoba tidak iri ataupun cemburu. Aku masih bisa melalui hari hari bersama Gadis meski ada yang mengganjal. Memang tak seindah dahulu. Tak seindah saat aku masih dengannya dulu. Sekarang, jelas dia memperhatikan Dicky dari pada aku. Sms pun tak pernah seharian seperti dulu. Aku kecewa, entah pada siapa. Sekarang aku tahu, cinta itu menyakitkan.
Liburan semester 1 tiba, aku ingin keluar rumah. Aku bingung mau kemana, karena aku tak pernah keluar. Aku coba buat janji dengan Gadis. Aku ke rumahnya. Sampai di sana.,hening. Dimana orang orang? Sesaat sebelum aku mengetuk pintu coklat itu, pintunya terbuka. Gadis membuka pintu dan menarik tanganku masuk ke rumahnya. Aku melihat tangannya memegang tanganku. Melihatnya dengan bingung.
Segelas teh hangat berada di depanku. Segelas lagi di depan Gadis.
“Diminum, Yan.”, katanya tersenyum ke arahku.
“Iya, makasih. Sendiri lagi kamu di rumah?”, tanyaku.
“Iya, keluargaku ke luar kota.”, jawabnya.
“Kamu gak ikut?”, tanyaku lagi.
“Enggak ah, aku males.”, jawabnya.
Sekitar seperempat jam kami duduk terdiam. Tak ada kata yang terucap dari mulut kami. Aku bingung mau berkata apa.
“Dis,..”
“Yan,..”
“Kamu dulu aja.”, kataku.
“Hhm.,nonton tv aja yuk.”, ajaknya.
“Hhm.,ya udah.”, jawabku.
Sekian lama terdiam. Lagi. tenggelam dalam angan sendiri sendiri. Kulirik Gadis fokus pada film yang kami lihat. Tiba tiba aku terkejut. Ketika Gadis bersandar di bahuku.
“Hhm.,aku ngantuk. Kamu enggak ngantuk, Yan?”, tanyanya mengagetkanku.
“Hhm.,hehe.,enggak kok.”, jawabku.
Hening. Lagi. kulirik Gadis masih fokus pada film, bersandar di bahuku. Perasaanku semakin tak karuan ketika Gadis semakin merasa nyaman di bahuku, ketika dia enggan mengangkat kepalanya. Aku kesulitan mengontrol emosiku, perasaanku. Ku lirik dia. Tidak lagi. Aku pandang dia. Aku lihat garis wajah yang indah, keelokan seperti bidadari. Ku tebarkan pandanganku ke seluruh wajahnya. Semakin dekat aku dengannya. Semakin dalam kupandang matanya. Lebih dekat bibirku dengan bibirnya. Lebih dekat. Dekat lagi……..
“Dyan…..”, katanya lirih lembut sedikit terkejut dan dia dapati bibirku dan bibirnya…….
Aku menciumnya……
——————————————————————————————————————-
Libur tlah usai. Hari ini hari pertama masuk sekolah. Aku bayangkan wajah teman temanku. Mereka pasti saling merindu. Berpelukan, menceritakan pengalaman mereka selama liburan.
Sehabis sarapan aku tancap gas ke sekolah. Belum sampai di pintu, mereka menyerbuku. Mungkin memang aku ketua kelas yang selalu dirindukan teman temannya. Hahaha.
“Dyan,….”, kudengar suara lembut seseorang memanggilku.
Aku alihkan pandanganku dan mencari sumber suara itu.
“Gadis….”, ucapku lirih ketika seseorang itu adalah dirinya.
Dia tersenyum padaku, dengan ragu ku balas senyumnya. Kemudian dia pergi dengan dua sahabatnya,,,
Sebulan berlalu dan kudengar Dicky akhirnya putus dengan Gadis. Dia manfaatkan kebaikan hati Gadis. Emang dasar playboy gak modal. Dia memeras harta Gadis untuk alasan beli ini beli itu. Bajingan!
Ketika suatu hari pasca putusnya mereka, Intan sempat bicara padaku.
“Yan, kamu cinta ya sama Gadis?”, tanya Intan tiba tiba sehingga aku terkejut.
“Kamu ni ngomong apa sih?”, tanyaku mengelak.
“Jangan biarkan Gadis terbang kayak layangan putus, Yan. Ungkapin aja semuanya. Pasti dia juga sama, aku yakin.”, Intan terlihat menyemangatiku.
Sepulang sekolah, aku masih terngiang ucapan Intan tadi pagi. Hhm, tak ada salahnya dicoba. Ku lihat di depanku ada Gadis dan temannya. Ku hampiri dia. Aku ajak dia pulang. Sial, kenapa tiba tiba aku menawarinya pulang?
“Yan, makasih ya..”, ucap Gadis.
“Haha, biasa. Gak apa apa kok. Kamu sendiri lagi ya di rumah?”, tanyaku melepas helm.
“Iya, masuk yuk.”, dia mengajakku.
Segelas teh hangat berada di depanku. Segelas lagi di depan Gadis. Lagi. kami menonton film. Ini, aku sedikit terkejut. Akankah seperti beberapa minggu yang lalu?
“Dis,..”
“Yan,..”
Sial, ini terjadi lagi. apa lagi yang akan terjadi? Samakah dengan…..
“Aku sebenernya sayang sama kamu, Yan..”, kata Gadis tiba tiba mengacaukan fikiranku.
“Dis, aku berat awalnya ngomong ini sama kamu. Kalo aku juga sayang banget sama kamu….”, sial, tanpa sengaja aku keluarkan kalimat ini.
“Tapi Yan, meski kita berlanjut.,kamu gak akan mungkin bisa jadi PAPA. Karena kita sama”, katanya hingga aku terhenyak tak percaya dia mengatakan itu padaku.
“Aku.. Aku.. Jadikan aku PAPA sebelum aku menjadi Papa sebenarnya, Gadis..!!!”, dengan mantap aku katakan padanya…..
Terkejut aku ketika Gadis…. Gadis mendekatiku dan bibir indah itu…. Ah, ini sama seperti beberapa minggu lalu…..
Lantas tubuh indah itu memeluk tubuhku………
“Kamu baru putus, Dick?”, tanya Gadis.
“Haha, iya nih. Nasib kita sama ya.”, jawab Dicky dengan PD nya.
Aku merasakan kelicikan di sini. Hatiku tak henti hentinya mengumpat. Untuk Dicky tentunya. Aku merasakan, sungguh merasa Dicky akan mengambil Gadis dariku. Pergi aku dari sana, kembali ke bangku untuk meneruskan mengerjakan tugas. Masih mengumpat hatiku ketika Gadis kembali ke kelas tanpa ingin bertemu denganku. Aku cemburu.
Esoknya, aku dan Intan temanku ngobrol di depan kelas. Tiba tiba Intan bertanya padaku.
“Jiah, Dicky PDKT sama Gadis. Jadi gak ya kira kira? Gadis cantik, Dicky yang sok ganteng.”
“Brakk”,
Langsung ku banting tasku ke bangku ku setelah mendengar ucapan Intan dan melihat Dicky ke kelas Gadis. Sial. Aku cemburu lagi. aku pasti terlalu cinta pada Gadis. Enggak ada satu minggu aku dibuat gregetan. Dicky jadian sama Gadis! Sial. Aku gak bisa lagi nyembunyiin kekesalanku. Sampai di rumah aku banting tasku ke kasur. Aku sama sekali gak percaya Gadis bisa sama cowo playboy kayak gitu. Kesal! Apa hebatnya Dicky coba?! Aku lebih segalanya dari Dicky! Aku lebih cerdas dari Dicky, Aku lebih sopan dari Dicky, Aku lebih hebat dari Dicky, Aku lebih taat dari Dicky, Aku lebih baik dari Dicky, dan Aku lebih setia daripada playboy pesek itu, Aku lebih segalanya!!
Minggu minggu pertama seperti itu. Lambat laun aku bisa mengontrol emosiku, aku bisa lebih menerima. Dan meski Gadis sering ke kelasku menemui Dicky, aku mencoba tidak iri ataupun cemburu. Aku masih bisa melalui hari hari bersama Gadis meski ada yang mengganjal. Memang tak seindah dahulu. Tak seindah saat aku masih dengannya dulu. Sekarang, jelas dia memperhatikan Dicky dari pada aku. Sms pun tak pernah seharian seperti dulu. Aku kecewa, entah pada siapa. Sekarang aku tahu, cinta itu menyakitkan.
Liburan semester 1 tiba, aku ingin keluar rumah. Aku bingung mau kemana, karena aku tak pernah keluar. Aku coba buat janji dengan Gadis. Aku ke rumahnya. Sampai di sana.,hening. Dimana orang orang? Sesaat sebelum aku mengetuk pintu coklat itu, pintunya terbuka. Gadis membuka pintu dan menarik tanganku masuk ke rumahnya. Aku melihat tangannya memegang tanganku. Melihatnya dengan bingung.
Segelas teh hangat berada di depanku. Segelas lagi di depan Gadis.
“Diminum, Yan.”, katanya tersenyum ke arahku.
“Iya, makasih. Sendiri lagi kamu di rumah?”, tanyaku.
“Iya, keluargaku ke luar kota.”, jawabnya.
“Kamu gak ikut?”, tanyaku lagi.
“Enggak ah, aku males.”, jawabnya.
Sekitar seperempat jam kami duduk terdiam. Tak ada kata yang terucap dari mulut kami. Aku bingung mau berkata apa.
“Dis,..”
“Yan,..”
“Kamu dulu aja.”, kataku.
“Hhm.,nonton tv aja yuk.”, ajaknya.
“Hhm.,ya udah.”, jawabku.
Sekian lama terdiam. Lagi. tenggelam dalam angan sendiri sendiri. Kulirik Gadis fokus pada film yang kami lihat. Tiba tiba aku terkejut. Ketika Gadis bersandar di bahuku.
“Hhm.,aku ngantuk. Kamu enggak ngantuk, Yan?”, tanyanya mengagetkanku.
“Hhm.,hehe.,enggak kok.”, jawabku.
Hening. Lagi. kulirik Gadis masih fokus pada film, bersandar di bahuku. Perasaanku semakin tak karuan ketika Gadis semakin merasa nyaman di bahuku, ketika dia enggan mengangkat kepalanya. Aku kesulitan mengontrol emosiku, perasaanku. Ku lirik dia. Tidak lagi. Aku pandang dia. Aku lihat garis wajah yang indah, keelokan seperti bidadari. Ku tebarkan pandanganku ke seluruh wajahnya. Semakin dekat aku dengannya. Semakin dalam kupandang matanya. Lebih dekat bibirku dengan bibirnya. Lebih dekat. Dekat lagi……..
“Dyan…..”, katanya lirih lembut sedikit terkejut dan dia dapati bibirku dan bibirnya…….
Aku menciumnya……
——————————————————————————————————————-
Libur tlah usai. Hari ini hari pertama masuk sekolah. Aku bayangkan wajah teman temanku. Mereka pasti saling merindu. Berpelukan, menceritakan pengalaman mereka selama liburan.
Sehabis sarapan aku tancap gas ke sekolah. Belum sampai di pintu, mereka menyerbuku. Mungkin memang aku ketua kelas yang selalu dirindukan teman temannya. Hahaha.
“Dyan,….”, kudengar suara lembut seseorang memanggilku.
Aku alihkan pandanganku dan mencari sumber suara itu.
“Gadis….”, ucapku lirih ketika seseorang itu adalah dirinya.
Dia tersenyum padaku, dengan ragu ku balas senyumnya. Kemudian dia pergi dengan dua sahabatnya,,,
Sebulan berlalu dan kudengar Dicky akhirnya putus dengan Gadis. Dia manfaatkan kebaikan hati Gadis. Emang dasar playboy gak modal. Dia memeras harta Gadis untuk alasan beli ini beli itu. Bajingan!
Ketika suatu hari pasca putusnya mereka, Intan sempat bicara padaku.
“Yan, kamu cinta ya sama Gadis?”, tanya Intan tiba tiba sehingga aku terkejut.
“Kamu ni ngomong apa sih?”, tanyaku mengelak.
“Jangan biarkan Gadis terbang kayak layangan putus, Yan. Ungkapin aja semuanya. Pasti dia juga sama, aku yakin.”, Intan terlihat menyemangatiku.
Sepulang sekolah, aku masih terngiang ucapan Intan tadi pagi. Hhm, tak ada salahnya dicoba. Ku lihat di depanku ada Gadis dan temannya. Ku hampiri dia. Aku ajak dia pulang. Sial, kenapa tiba tiba aku menawarinya pulang?
“Yan, makasih ya..”, ucap Gadis.
“Haha, biasa. Gak apa apa kok. Kamu sendiri lagi ya di rumah?”, tanyaku melepas helm.
“Iya, masuk yuk.”, dia mengajakku.
Segelas teh hangat berada di depanku. Segelas lagi di depan Gadis. Lagi. kami menonton film. Ini, aku sedikit terkejut. Akankah seperti beberapa minggu yang lalu?
“Dis,..”
“Yan,..”
Sial, ini terjadi lagi. apa lagi yang akan terjadi? Samakah dengan…..
“Aku sebenernya sayang sama kamu, Yan..”, kata Gadis tiba tiba mengacaukan fikiranku.
“Dis, aku berat awalnya ngomong ini sama kamu. Kalo aku juga sayang banget sama kamu….”, sial, tanpa sengaja aku keluarkan kalimat ini.
“Tapi Yan, meski kita berlanjut.,kamu gak akan mungkin bisa jadi PAPA. Karena kita sama”, katanya hingga aku terhenyak tak percaya dia mengatakan itu padaku.
“Aku.. Aku.. Jadikan aku PAPA sebelum aku menjadi Papa sebenarnya, Gadis..!!!”, dengan mantap aku katakan padanya…..
Terkejut aku ketika Gadis…. Gadis mendekatiku dan bibir indah itu…. Ah, ini sama seperti beberapa minggu lalu…..
Lantas tubuh indah itu memeluk tubuhku………
No comments:
Post a Comment