Siang itu matahari benar-benar terik, cahayanya serasa membakar kulitku. Panas sekali. Namun sengatan terik matari itu tak berarti apa-apa bagiku sekarang. Tak ada yang mampu mengurangi kebahagiaanku karena bersamanya. Kueratkan pegangan tanganku dipinggangnya, sambil terus menikmati semilir angin yang menerpa lembut wajahku. Dia menambah kecepatan sepedahnya, hingga suara derit sepedah kayuh itu terdengar semakin keras. “kau akan mengajakku kemana siang ini?” tanyaku dari balik punggungnya. “menurutmu sebaiknya kita kemana?” dia berpaling kearahku sejenak balik bertanya. Aku mengernyitkan kening. “kau pernah pernah berjanji akan mengajakku memancing kan?” kataku berharap. “ya. Kau mau menagih janjiku?” jawabnya
setengah tertawa. “hmm… entahlah.. aku hanya ingin mendengar ceritamu hari ini…” gumamku. Aku tak peduli dia akan membawaku kemana, aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamanya sebelum matahari tenggelam dan kembali memaksaku terlarut dalam keheningan malam. “hey, pegangan yang erat yah! Aku akan menunjukkan padamu tempat yang indah, dimana kau akan melihat senja dengan leluasa” katanya. Aku tersenyum dan mengangguk. Kurangkul punggung bidang itu dengan kedua tangan. Rok panjangku yang menjuntai kebawah berkibar diterpa angin. Entah kenapa, siang ini semuanya tampak sangat indah. Beberapa menit kemudian kami sampai di tempat yang sama sekali belum pernah kutemui sebelumnya. Bisa kulihat danau kecil yang teduh kerena naungan pepohonan disekitarnya. Semilir angin terasa begitu bersahabat disini, suara gemerisik dedaunan dan gesekan rerumputan turut meramaikan ketenangan disekitar danau. Yuu menyandarkan sepedahnya pada pohon besar di tepi danau, kemudian mendahului aku duduk di bawah pohon itu, diatas rerumputan hijau dan menghadap kearah danau. Aku mengikutinya dan duduk di sebelahnya, menghirup nafas dalam-dalam, merasakan aroma pepohonan yang menenangkan hati. “kau suka?” tanyanya. Aku mengangguk dan tersenyum. “apa kau sering kemari?” balasku. “ya. Aku sering menghabiskan waktu luang bersama ayah disini. Memancing.” Dia menyingkap kedua tangannya di atas kepala dan menyandarkan tubuhnya pada batang pohon. “apakah ikan disini besar-besar?” “lumayan…” jawabnya, dia memandang mataku dan tersenyum “ini pertama kalinya aku kemari bersama wanita” “oya? Apakah atmosfirnya berbeda? Bagaimana menurutmu?” “ya, tentu saja. Hatiku merasa lebih tenang dan nyaman bersamamu. Kau buat suasananya semakin menyenangkan” cengirnya, masih menatap mataku. Aku tertawa mendengarnya. “benarkah? Oh ya, katamu senja terlihat jelas disini, tapi banyak pepohonan yang menjulang tinggi menghalangi pandangan” komentarku. Yuu terbahak. Apanya yang lucu? “kau kira sekarang kita menghadap ke Barat? Barat ada di sana sayang…” katanya seraya menunjuk ke kiri dari tempatnya menghadap, tanpa melihat ke arah itu. “ah…” aku tersipu. Bias kurasakan pipiku menghangat karena malu. Kujulurkan kepalaku ke kiri untuk melihat matahari. Sinarnya menyilaukan mataku. “sebentar lagi senja tiba…” gumamnya padaku. Yuu mengambil batu kecil disekitarnya dan melemparkannya ke danau. Air yang tenang itu berkecipak nyaring dan permukaannya bergurat senada dengan getaran suaranya. Aku memandangi wajahnya yang teduh itu. Hatiku benar-benar bahagia bisa bersamanya. “Lin?” aku terkesiap. “apa?” “kau melamun” vonisnya tersenyum geli. Aku membalas senyuman itu. “tidak kok, hanya mengamati senyummu” jawabku jujur. “kenapa dengan senyumku?” tanyanya heran. Aku mengangkat bahu dan tertawa pelan, “hey, ada yang salah?” lanjutnya. “tidak. Aku hanya berfikir, mungkin tanpamu aku tak mampu lagi setegar karang di pantai” ungkapku. Yuu termenung sejenak mendengar kata-kataku. “karang? Kau yakin akan sekuat itu jika bersamaku?” “ya. Kau yang telah mengembalikan senyumku. Kau membuatku melihat kehidupan dari sudut pandang yang berbeda, membuatku tak lagi takut dengan takdir yang telah ditentukanNya. Kau membuat langkahku tak lagi goyah menapaki kehidupan. Senyummu, membuatku yakin akan masa depan yang kelak menyatukan kita” Yuu menatap mataku lekat-lekat. “harusnya aku yang berkata begitu. Kau adalah satu-satunya hal yang membuatku bahagia bisa hidup sampai sekarang. Kau membuatku percaya bahwa selalu ada cahaya disetiap ruang gelap meski sedikit” “Yuu…” hatiku bergetar mendengarnya. Aku benar-benar tak ingin kehilangan dia seperti aku kehilangan orang-orang yang kusayangi. Karena sekarang hanya dialah yang membuatku semangat menjalani kehidupan yang fana ini. “aku mencintaimu…” lirihnya tersenyum. Dia mendekat dan menggenggam tangan kiriku yang gemetar, “jangan pernah merasa sendirian lagi. Aku ada buatmu” sebutir air mata jatuh membasahi pipiku, namun dengan segera kuhapus air mata itu. Sudah bertahun-tahun aku tak merasakan kebahagiaan seperti ini… “aku juga mencintaimu” sambil tersenyum, kubalas genggaman tangannya. “ah, lihat cahaya itu… indah sekali” Yuu membalikkan badannya ke arah matahari yang mulai kembali ke peraduannya. “kau jauh lebih indah…” ungkapnya, kembali memandangku. “yuk, kuantar kau pulang” lirihnya. Aku mendengus kesal. “ah waktu… kenapa kau begitu cepat berlalu…” gerutuku. Yuu tertawa. “sudahlah, besok sepulang sekolah kita kesini lagi. Aku akan menyiapkan alat pancingnya. Bagaimana?” tawarnya. Senyumku kembali merekah. Aku menggangguk setuju. Yuu tetap tak melepaskan genggaman tanganku bahkan ketika dia telah mengayuh sepedahnya. Aku tak bisa berhenti tersenyum sekarang, tidak setelah semua yang kulalui hari ini bersamanya. Aku sangat mencintainya… Aku ingin merasakan kebahagiaan ini lebih lama lagi, sebelum semuanya berakhir…
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment