Sunday, May 29, 2011

CERPEN : siapa bilang sudah terlambat by fallon

Siapa bilang sudah terlambat????Sewaktu kecil Vivi sempat bercita-cita menjadi seorang reporter. Vivi bisa senyum-senyum sendiri ketika dia membayangkan duduk di depan kamera membacakan berita di sebuah stasiun televisi dengan penampilan yang menarik, make up yang cantik, dandanan yang rapi, serta pakaian yang elegan. Tidak hanya itu, hal yang paling membuat Vivi ingin menjadi reporter dan tampil di tv adalah kedua orangtuanya. Dia ingin orangtuanya bisa terus melepas rindu dengan melihat Vivi tampil dilayar kaca sambil membaca berita dengan suaranya yang tegas dan lugas. Vivi juga sangat yakin kalau menjadi seorang reporter merupakan profesi yang tepat buat Vivi yang ge
mar berbicara dan menyukai hal-hal baru.Kini Vivi telah dewasa, kalau dulu Vivi senyum-senyum sendiri membayangkan dirinya sebagai reporter kini Vivi senyum-senyum sendiri mengingat masa kecilnya yang penuh khayal itu. Vivi masih belum bisa melupakan khayalanya itu, Meskipun dia juga tidak yakin bisa mewujudkannya.“akhh, masa kecil yang menyenangkan” desah Vivi dalam hati ketika dia sedang duduk di depan komputernya tanpa melakukan apa-apa. Rasanya dia ingin kembali ke masa itu dan melakukan sesuatu untuk khayalannya itu. Membuat langkah awal untuk mencapai cita-citanya itu. Melatih diri dengan talenta yang dia miliki. “Mengapa aku tidak memikirkan hal seperti yang kupikirkan saat ini waktu itu” keluhnya. Vivi mulai menyesali diri. Dia merasa ada yang salah. Entah jalan yang dipilihnya, entah keinginannya.Masih didepan komputer, belum berhenti memikirkan hal yang sama. “aku sudah berumur 21 tahun. Sudah kuliah di sebuah institut keguruan di kotanya yang golnya adalah menjadi seorang guru walaupun memang tidak harus demikian. Sudah semester 7 lagi. Aku tidak pernah berlatih dan aku juga tidak pernah ikut unit kegiatan pers mahasiswa di kampus. Aku tidak tau apa-apa soal pers.” Vivi belum berhenti berfikir.Raut wajah Vivi menunjukkan wajah penyesalan. Dia menyesal tidak mengembangkan hobi menulisnya. Dia menyesal tidak melatih kemampuan berbicaranya. Dia menyesal tidak mengasah kemampuan berargumennya. Dia menyesal meninggalkan sifat kutu bukunya. Bahkan dia meratap baru menyadari itu semua sekarang.Dalam penyesalannya Vivi berusaha mengingat kembali sejak kapan dia tidak mencoba lagi mengembangkan kemampuan menulisnya. Sejak kapan dia tidak ingin lagi melatih kemampuan berbicaranya. Sejak kapan dia tidak niat lagi mengasah kemampuanya berargumen. Dan sejak kapan dia meninggalkan sifat kutu bukunya. Tiba-tiba Vivi tersentak dengan jawaban yang terngiang di fikirannya, “sejak aku memikirkan bahwa khayalanku itu tidak mungkin”. Ada rasa lega sekaligus sesal yang mendalam dalam hatinya. Keduanya bercampur aduk. Lega ketika dia tau itu bisa dijadikan sebagai pembelajaran. Sesal karena dia sadar bahwa dia sendiri yang membuat dia kalah. Kesalahan pertama dan yang paling fatal adalah Vivi membiarkan komputer terhebat yang dia miliki berfikir bahwa dia tidak bisa. Dia memupuk dan membiarkan sikap pesimisnya tumbuh subur hingga sekarang telah berbuah. “aku benar-benar bodoh” Vivi mengejek dirinya sendiri. Sadar bahwa memikirkan hal itu hanya membuat dia semakin rapuh dia memutuskan untuk berhenti, meninggalkan kenangan masa lalu dan berlari pada tujuan yang baru tapi sayang tanpa semangat yang baru.Vivi memandangi sebuah pohon yang daunnya sedang gugur karena musim kemarau, tak berkedip. “aku ada kesamaan dengan pohon ini,” gumamnya dalam hati. ”khayalan itu akan kuubah menjadi keinginan, biarlah khayalan itu gugur dan keinginan itu bersemi. Ada produk yang sama muncul dalam kemasan baru” tekad Vivi penuh semangatDari sebuah pohon Vivi belajar. Dari dedaunan yang gugur Vivi bisa tegar. Dari dedaunan yang bersemi semangat vivi terpancar. Dan sekarang Vivi bisa teriak, “tidak ada kata terlambat, walaupun waktu berjalan cepat, tapi dengan tetap semangat semuanya bisa didapat meskipun tadinya kita pikir sudah terlambat”

No comments:

Post a Comment